HIJRAH

Seringkali keprustrasian memuncak di hati dan kepala. Ketidakmampuan melakukan sesuatu yang kata hati ingin lakukan. Ketidakmampuan menghindari, ketidakmampuan melawan, dan ketidakmampuan-ketidakmampuan lain yang akhirnya membawa kepada keapatisan dan bahkan terdorong berperan serta.
Barangkali dah sudah barang tentu banyak pilihan yang dapat dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan dan referensi-referensi pribadi, keluarga, dan tuntutan kehidupan lah yang kemudian dominan mempengaruhi keputusan yang diambil. Lantas apa yang harus dilakukan?
Kalaulah punya keberanian untuk berhijrah dari keadaan yang seperti sekarang, kalaulah ada keberanian untuk memulai yang baru di tempat yang baru, kalaulah ada kesempatan membuka episode baru, tanpa ada yang dirugikan.
It’s hopeless when you’ve seen “ketidakbenaran” but you can do nothing. Barangkali tinggal sedikit idealisme itu tersisa. Barangkali tinggal sedikit idealisme itu yang masih dapat tercurah. Gerusan keterpaksaan akibat “ketakutan dan ketidakmampuan” lama kelamaan akan menguras habis idealisme dan bahkan jatidiri.
Hijrahlah selagi sempat. Selagi keberanian masih berada di dalam dada. Bukan berhenti lalu hanya bisa merenung dan merenung.
Mengapa manusia itu selalu sulit berubah. Mengapa begitu berat menjadi ‘agent of change”. Mengapa kebodohan itu terus menyumbat nurani mereka. Akankan menyumbat nuraniku juga. Mengapa mereka begitu bodoh untuk dapat berubah. Mengapa kebodohan itu mereka sembunyikan dibalik manis tutur kata, dibalik rapi “out look”, dibalik topeng-topeng keteraturan.
Berhijrahlah jika tidak dapat melakukan dan memberi pengaruh apapun. Carilah ladang baru untuk bercocok tanam. Temukan hamparan baru untuk membangun cita. “Discover” manusia-manusia baru yang telah berubah.
Tapi ……………………………………………….

Tinggalkan komentar